Kemarin kita di tunjukan tontonan kebrutalan oleh orang-orang yang mengatas namakan simpati, dan membela salah seorang yang meninggal akibat tindakan kebrutalan juga.
Polisi menabrak pengemudi ojek online, ojek online bersimpati, orang lain yang mengatasnamakan solidaritas, merusak, menjarah, membakar.
Rasa simpati mereka ujungnya adalah kekerasan.
Tidak hanya itu, berita-berita tentang kekerasan, juga rasanya sekarang menjadi konsumsi menarik. Manusia melakukan kekerasan, bahkan sampai membunuh manusia yang lain, hanya karena alasan-alasan harga diri, cinta, harta dan sebagainya.
Sejujurnya saya tidak dapat memahami, bagaimana ketidakperdulian dan kebencian dinormalisasi sekarang ini.
Kejadian-kejadian seperti itu ada dimana-mana, sekolah, tempat kerja, bahkan di lingkungan sekitar. Manusia melukai orang lain, melecehkan, merendahkan, hanya karena hal yang sepele. Entah itu karena perbedaan pilihan, perbedaan warna kulit, perbedaan pandangan, tapi yang jelas hal seperti itu sudah menjadi tontonan sehari-hari.
Dan pelakunya dari berbagai umur, suku, agama. Ini menunjukan bahwa memang hal tersebut sudah di normalisasi.
Menghina orang lain, merendahkan orang lain apapun alasannya,b aik gender, umur, warna kulit, agama, suku dan sebaginya, atau berpikir bahwa kita lebih baik dari yang lain, karena punya status sosial dan kekayaan yang lebih banyak, tidak membuat kita kuat, justru buat saya adalah menunjukan rasa tidak aman dan tidak nyaman. Mereka merasa insecure.
Pada akhirnya kita semua adalah manusia biasa, hal-hal tentang kekayaan, kecantikan, sukses, jabatan, kekayaan, tidak menunjukan nilai kita sebagai manusia sebenarnya.
Yang menjadi hal utama adalah bagaimana kita memperlakukan orang lain, terutama saat sekarang ini, dimana kekerasan, kebencian, sudah menjadi biasa.
Memperlakukan orang lain dengan lembut, menghargai dan meletakan kita setara dengan orang lain, tanpa melihat latar belakang mereka, adalah hal terbaik yang bisa dilakukan.
Dunia mungkin akan terasa lebih sejuk.
Tapi harus kita sepakati, melakukan itu semua bukan berarti kita lemah. Bukan berarti kita membiarkan saja ketika kita mengalami perlakukan hal-hal seperti itu, bukan berarti kita mentoleransi hal seperti itu, jika itu menimpa kita.
Tidak ada satu manusia yang layak dan bisa untuk diperlakukan dengan tidak baik. Maka kita harus bersikap tegas, untuk tidak menerima hal yang sama ketika diperlakukan seperti itu.
Bersikap tegas bukan berarti kita berbuat hal yang sama, bukan berarti kita harus membalas kekerasan dengan kekerasan, mata untun mata, nyawa untuk nyawa, seperti yang terjadi akhir akhir ini.
Bersikap tegas adalah, berdiri di sisi lain, menjaga jarak, dan membuat batas.
Bersikap tegas adalah dengan tidak ikut menambahkan perbuatan kebencian dan kekerasan yang terjadi.
Sudah terlalu banyak perbuatan yang berlatar belakang kebencian dan kekerasan, di sekitar kita, baik di media sosial, berita, bahkan lingkungan sekitar. Kita tidak perlu lagi ikut menambahkan, dengan melakukan hal yang sama. Sehingga kita tidak berbeda dengan pelaku-pelakunya.
Dunia membutuhkan lebih banyak kebaikan, membutuhkan lebih sedikit kekerasan, dan kebencian. Dunia membutuhkan lebih banyak sisi baik kemanusiaan.
Saya sendiri juga merasa cemas. Cemas saya akan kehilangan suara-suara kemanusiaan, cemas kalau tidak lagi punya rasa empati.
Karena rasa kemanusiaan adalah pertahanan terakhir dalam menghadapi situasi seperti itu.
Ketika rasa itu hilang, dengan mudah kita akan terseret kedalam kebencian yang tidak manusiawi.