Buku terlarang

Sebelum masa sekarang, banyak sekali buku-buku yang dinyatakan terlarang, atau tidak boleh beredar.

Tidak hanya di Indonesia, tapi pelarangan buku, juga terjadi di negara lain.

Sebuah buku dilarang, pasti bukan karena isi buku itu membosankan, tapi karena isinya yang untuk sebagian pihak, dianggap tidak pantas, menyinggung atau mengancam.

Entah itu menyinggung, mengancam sebuah kekuasaan, kebudayaan, atau bahkan kepercayaan.

Selain karena alasan moral, untuk buku-buku yang berisikan hal-hal tabu, beberapa buku dilarang karena dianggap menyinggung suatu agama atau kebudayaan tertentu.

Tapi yang paling banyak dilarang, adalah buku-buku tentang kritik terhadap penguasa, pandangan politik dan ideologi yang berbeda.

Pada akhirnya pihak yang merasa terganggu, selalu takut dengan sebuah rangkaian pemikiran melalui kata-kata, dan disusun menjadi buku.

Orang-orang yang berkuasa, tidak pernah merasa nyaman, ketika kekuasaannya dipertanyakan, digugat atau dikritik. Mereka selalu mencari cara, dengan menggunakan kekuasaan dan kekuatannya, dengan membatasi kebebasan berpendapat, kebebasan berpikir.

Mereka berperan sebagai Tuhan, dan merasa sebagai wakilnya, sehingga berhak untuk membatasi atau melarang, pemikiran pemikiran yang berlawanan.

Buku adalah sebuah sarana untuk menyebarkan informasi dan pengetahuan. Sarana untuk memindahkan sebuah ide, sebuah perspektif baru dari penulis ke pembaca.

Entah apa yang dipikirkan para penguasa ketika melarang sebuah buku untuk beredar dan dibaca.

Kita mengenal efek Streisand, sebuah fenomena dimana ketika terdapat upaya untuk melarang, menyembunyikan atau menghapus sebuah informasi, hal itu bukan malah menghentikannya, tapi justru akan semakin membuat orang merasa penasaran, dan akhirnya informasi itu akan semakin tersebar luas.