Saya adalah pengguna intensif komputer, atau kalau boleh di bilang, penyiksa komputer.
Karena saya sangat bergantung pada komputer, untuk berbagai jenis pekerjaan. Mulai coding, simulasi, remote server, membuat catatan, termasuk menulis.
Laptop pertama saya adalah Toshiba Tecra 8000, salah satu laptop terbaik yang ada di pasaran waktu itu. Saya mendapatkan ketika saya berkesempatan mengunjungi negara tetangga untuk sebuah studi. Menurut saya keyboardnya terhitung nyaman untuk mengetik dalam waktu lama.
Salah satu masalah dari Tecra 8000 adalah beratnya yang sekitar 3 kg, dan tebalnya lumayan, waktu itu sebagai mahasiswa, mobilitas saya lumayan tinggi, saya memutuskan untuk mencari laptop yang lebih praktis.
Seorang teman dari Tokyo, membawakan laptop mini, masih dari Toshiba, yaitu Libretto 50ct, mungkin seukuran kertas A5, dengan layar 6 inch, hanya cukup untuk keperluan menulis dan membuat catatan pada aplikasi editor.
Perlu di ketahui, sejak awal saya hanya menggunakan program text editor ASCII sederhana semacam vi, joe, notepad untuk menulis.
Kekurangan Libretto ini ada pada keyboard dan posisi mousenya yang aneh. Saya tidak terlalu nyaman mengetik dalam waktu yang lama.
Berikutnya saya mendapatkan sebuah laptop IBM Thinkpad seri T20, yang merupakan laptop yang saya idam-idamkan, Thinkpad pertama saya. Laptop dengan keyboard yang sangat nyaman untuk mengetik dalam waktu lama. Dengan ukuran dan komposisi keyboard yang sangat pas untuk saya. Semuanya terasa benar di laptop ini.
Respon keyboardnya tidak keras, jarang sekali terjadi tidak sengaja atau salah memencet huruf, dan tangan tidak perlu menghafal posisi huruf, semua berjalan secara alami.
Ditambah ada fitur lampu penerangan, Think Light yang akan menerangi keyboard saat bekerja di tempat yang minim cahaya, membuat T20 ini sebagai andalah saya, walaupun saat itu beratnya masih di sekitar 2kg.
Sejak memakai T20 ini saya kemudian selalu memilih Thinkpad untuk laptop. Setelah T20, saya berganti ke T30.
Saat itu saya sedang bekerja untuk lembaga, ke suatu daerah konflik, untuk alasan keamanan saya dan tim harus berjalan kaki, sedangkan barang-barang kami dibawa menggunakan helikopter militer. Saat menunggu helikopter mendarat, beberapa barang, termasuk backpack saya jatuh, dari ketinggian mungkin sekitar 20-25 meter.
Saya menemukan ujung laptop saya pecah, tapi selebihnya masih bisa berfungsi dengan baik. T30 ini menggunakan ABS yang di reinforced dengan magnesium untuk casingnya. Entah bagaimana nasib laptop lain.
Saya masih menggunakan beberapa seri Thinkpad T42, T60, T400, T420, hingga seri T430, yang merupakan Thinkpad dengan keyboard terburuk. Saat itu Thinkpad sudah bukan lagi dibuat oleh IBM, tapi sudah di jual ke Lenovo. Lenovo mengadopsi keyboard model island, yang menjadi trend saat itu, sama seperti Macbook, dan gagal.
Entah kenapa Lenovo membuat T430 seperti itu. Yang jelas keyboardnya bukan lagi keyboard khas Thinkpad. Saya memutuskan untuk kembali menggunakan Thinkpad T420 yang lama, yang menurut saya merupakan Thinkpad dengan keyboard terbaik. Dari segi tata letak, ukuran, respon keyboard, semuanya terasa nyaman.
Saya kembali berganti laptop dengan Thinkpad seri T470, dan ternyata ada sedikit perbaikan yang di lakukan Lenovo. Keyboard masih menggunakan layout model island, secara ukuran sudah pas, tapi secara respon masih sangat jauh dari kata nyaman. Body laptop masih ikut bergetar ketika ujung jari menekan keyboard dengan cepat.
Setelah beberapa kali kecewa dengan Thinkpad, saya mulai mencari laptop pengganti. Setiap kali lewat toko laptop, saya selalu mencoba laptop dengan mengetik kira-kira selama 1 menit. Beberapa lama saya tidak menemukan laptop yang nyaman. Dan masih bertahan dengan T470.
Saya berkesempatan mencoba Macbook. Berbagai jenis, pada saat itu Apple baru rilis M1. Saya mencoba semua yang ada di situ. Macbook Air M1, Macbook Pro M1 dan Macbook pro lama yang masih ada di toko tersebut.
Akhirnya saya menemukan laptop yang layak menggantikan Thinkpad, sebagai tools utama menulis. Saya memilih Macbook Air M1. Untuk kenyamanan mengetik, Macbook Air M1 ini menurut saya adalah yang paling nyaman dibandingkan Macbook Pro M1.
Layoutnya benar, tidak menyebabkan saya salah memencet tombol. Respon keyboard juga nyaman. Walaupun sesama keluarga M1, kedua jenis laptop Air M1 dan Pro M1, memiliki kenyamanan keyboard yang berbeda. Keyboard Macbook Air jauh lebih stabil dibandingkan Macbook Pro. Mungkin pengaruh konstruksi body bawah yang berbeda.
Ketika saya hendak ganti laptop, saya masih berharap Macbook, tapi sangat ternyata jauh dari perkiraan. Generasi M2 mempunyai kualitas keyboard yang jauh berbeda dengan M1. Keyboardnya terasa plastiknya dan murah.
Terakhir saya kembali beralih ke produk Thinkpad. Kali ini saya memilih X1 Carbon, gen 11. Sangat ringan dan handal. Walaupun menurut saya keyboardnya masih jauh dibandingkan dengan Thinkpad generasi lama, dari segi kenyamanan. Tapi masih jauh lebih nyaman dibandingkan dengan produk Macbook seri M2.
Laptop yang nyaman untuk mengetik, menurut saya adalah yang ketika kita memencet keyboardnya dengan cepat, tidak menimbulkan getaran keras, baik pada keyboardnya atau pada badan laptopnya. Ini berkaitan dengan konstruksi switch keyboard yang di pakai.
Beberapa switch keyboard tidak mampu meredam gaya tekan yang diberikan jari. Gaya tekannya justru malah di pantulkan balik ke ujung jari, atau bahkan di sebarkan ke badan laptop yang menimbulkan getaran. Ini yang saya sebut respon keyboard.
Semakin besar getaran atau semakin keras respon balik keyboard, akan membuat jari semakin cepat lelah. Sama seperti, lebih nyaman jika jari mengetuk karpet dibandingkan mengetuk lantai atau meja yang keras.
Selain itu, layout keyboard yang pas, adalah keyboard dengan jarak antara huruf yang tidak terlalu jauh, atau terlalu dekat. Secara alami jari-jari kita bisa menghafalkan posisi keyboard dengan cepat. Beberapa laptop cenderung untuk lebih sering salah pencet huruf dibanding lainnya.