LinkedIn

LinkedIn sekarang sudah bukan lagi menjadi network para profesional.

Tapi sudah jadi cosplay untuk para overachiever, dimana semua orang berpura-pura dan berdandan untuk jadi paling menginspirasi, paling teroptimasi untuk menjadi leader atau terdepan di bidangnya.

Seperti seseorang yang menggunakan jas resmi, lengkap berdasi, berbicara dengan istilah istilah yang sulit di pahami, nampak seperti benar-benar profesional, kemudian kita menganggapnya seorang ahli.

Di LinkedIn semua orang berlomba membuat personal brand, dengan berbagai usaha, seperti post 3x / minggu, post yang menginspirasi, dan postingan normal tidak akan populer atau viral.

Linkedin sudah menjadi ajang untuk menunjukan profesionalisme hanya sebatas tampilan luar saja.

Algoritma LinkedIn sangat menyukai kepura-puraan, bukan kebenaran.
Masalah terbesar di LinkedIn adalah ke autentikan.

Algoritma LinkedIn sangat menyukai cerita yang dramatis (“Saya dulu supir, sekarang anggota DPR”), motivasi motivasi cepat (“Kebiasaan bangun pagi yang membuat saya jadi milyuner”), fiksi yang menginspirasi (“Saya tolong bapak-bapak tua di jalan, akhirnya direkrut oleh pemilik perusahaan terbesar di dunia”)

Tulisan-tulisan itu bukan sebuah post, tapi merupakan sebuah monolog yang disukai algoritma.

Dan algoritma berkata “Semakin banyak viral, semakin sedikit kenyataan”

Tapi dibalik itu semua, LinkedIn adalah sebuah database dan tool untuk melakukan riset tentang sebuah perusahaan, mencari pekerjaan, belajar dan menjalin hubungan di dunia nyata.