Macet

Walaupun sudah banyak menulis, tapi sering ketika akan menulis lagi, berjam-jam yang terlihat cuma layar kosong dari aplikasi menulis.

Dengan buku tulispun sama, halaman kosong.

Kadang-kadang bukan tidak tahu mau menulis apa, tapi hanya tidak tahu memulainya saja.

Kalau sudah begitu, biasanya saya iseng menulis barang barang yang terlihat. Saya tuliskan lengkap dengan deskripsinya, dalam satu kalimat.

Cangkir kopi warna putih, bunga kaktus di pot, kipas angin berhembus pelan, lampu meja menyala terang, meja kayu jati tua, buku tulis bersampul biru, pensil mekanik terbuat dari logam ringan, gunting bergagang hitam, buku ronggeng dukuh paruk bersampul warna oranye.

Setelah itu, biasanya ide-ide akan muncul dari benda-benda itu. Tanpa sadar benda-benda di sekitar sudah membentuk hubungan. Hubungan antara penulis dan apa yang diamati.

Mulai saja, amati dan tulis apa yang terlihat. Mulai dengan menulis nama benda, warna, terbuat dari apa, bagaimana keadaannya. Tulis menjadi kalimat, pisahkan dengan koma.

Matikan kritik-kritik dalam pikiran, abaikan saja. Toh cuma kita sendiri yang membaca nanti. Kalau terus mendengarkan inner critic, tidak akan ada hal yang terlaksana.

Mengamati benda-benda di sekeliling, adalah hal termudah. Amati saja benda-benda yang berada dalam radius 30cm, 50cm, 1m.

Amati dan tulis dengan rasa ingin tahu, seperti seseorang yang baru pertama melihat.

“Aku melihat buku ronggeng dukuh paruk, sampulnya berwarna oranye, kontras dengan buku-buku lain yang ada di rak”

“Bunga kaktus di pot, baru sekarang aku melihatnya, ternyata kaktus juga bisa berbunga”