Setiap hari begitu banyak konten yang bersliweran di sekitar di media sosial.
Kemajuan teknologi, sudah merubah hidup.
Ponsel, sudah berubah, dari sarana komunikasi menjadi sarana hiburan.
Begitu banyaknya konten yang di hasilkan, para produsen konten menggunakan berbagai teknologi, agar konten-konten tersebut di pastikan di konsumsi oleh orang-orang yang di anggap tepat sebagai pasar.
Algoritma produsen memastikan bahwa konsumer konten, mendapatkan konten yang di senangi, dan mendapatkan self reward di otak, yang di sebut dopamin.
Begitu besar volume konten yang di hasilkan, produsen konten menuntut dan membuat cara agar anda bisa mengkonsumsi konten sebanyak-banyaknya dengan cepat.
Konten-konten video pendek, melatih otak untuk membaca berita dengan cepat, kadang hanya membaca headline saja, ini semua hanya karena otak sedang kecanduan informasi pendek, cepat, menarik, tanpa perlu mengolahnya.
Industri sudah menemukan berbagai pola untuk membuat konten menjadi menarik. Mereka sudah mempelajari psikologi konsumer dengan sangat baik, bagaimana konsumer, merespon konten, dan memanfaatkan untuk keperluan industri.
Mereka sudah punya data tentang warna, ukuran font, keyword, bahkan sampai waktu terbaik untuk menampilkan konten.
Ini semua membuat kita semakin kehilangan kemampuan untuk fokus. Beberapa studi populer, menunjukan sekarang ini, manusia mengalami penurunan waktu fokus dari 2.5 menit menjadi 45 detik.
Hasil studi menunjukan, penyebab utamanya adalah konsumsi konten yang begitu masif.
Ketika mencoba fokus, godaan untuk mengkonsumsi konten begitu kuat, ini karena otak terlatih untuk mengkonsumsi konten, terlatih untuk self reward, kecanduan dopamin. Perhatian dan fokus demikian mudah teralihkan oleh notifikasi ponsel, update status, chat dan lainnya.
Konten sudah seperti snack untuk otak, dan otak menuntut agar snack tersebut segera di konsumsi. Bahkan sewaktu mencoba untuk berhenti, melakukan detox, godaannya semakin kuat.
Saya pun sama seperti yang lain, tidak bisa menghindar, dan mengalami hal tersebut, tapi saya memutuskan untuk sadar, tidak mengikuti industri dengan mempelajari kembali untuk fokus pada satu hal lebih lama. Hal yang mungkin sudah saya lupakan, yaitu dengan membaca dengan perlahan pelan.
Seingat saya, terakhir kali saya membaca dengan perlahan adalah ketika saya membaca novel silat Kisah Para Pendekar Pulau Es karya Kho Ping Hoo. Saya membacanya dengan perlahan, karena saya tidak ingin kehilangan penggambaran situasi di imajinasi saya, saya ingin berimajinasi, hadir menyaksikan kejadian bahkan menjadi salah satu tokoh di situ.
Saya fokus, tenang, menggunakan semua indera saya untuk membaca. Perhatian saya tidak teralihkan. Akibatnya saya bisa menceritakan dengan detil kepada teman-teman saya, seolah-olah saya adalah pengarangnya.
Sekarang ini skill untuk membaca dengan perlahan sudah mulai hilang, godaan untuk selalu memeriksa notifikasi di handphone membuat selalu membaca sesuatu dengan cepat. Bahkan mungkin tanpa mencerna isi bacaan.
Saya tidak pernah tertarik dengan berbagai buku atau tulisan tentang cara membaca cepat. Saya juga tidak ingin belajar speed reading, atau apapun itu. Saya tidak melatih otak saya untuk membaca banyak buku dalam satu tahun. Tapi saya melatih otak saya untuk menikmati buku.
Membaca perlahan membantu menyerap ide, mengaktifkan imajinasi, melatih kemampuan imersif, dan membuat kita mampu merefleksi. Ketika membaca perlahan otak punya waktu untuk fokus, mencerna dan memahami dan menganalisa informasi secara mendalam.
Belajar untuk bertanya, mempertanyakan, menghubungkan ide-ide baru dengan pengetahuan yang sudah kita ketahui, membuat analogi, menganalisa, memahami perspektif orang lain, mengembangkan empati, dan mengintegrasikan semua hal tersebut pada kemampuan berpikir kritis.
Ketika membaca dengan perlahan, kita akan fokus, dan tenang. Ketika tenang, maka kebisingan di otak akan perlahan menghilang.
Tidak perlu kuatir notifikasi hp, drama-drama di media sosial, email ,pekerjaan dan lain sebagainya. Ini akan menurunkan tingkat stress, menurunkan tingkat kecemasan, dan memperbaiki kesehatan mental.
Secara kontras, fakta yang terjadi, ketika membaca cepat, otak tidak mempunyai waktu untuk memahami dan menganalisa informasi. Ini yang membuat begitu cepat tombol share di tekan, copy paste berita, tanpa analisa lebih dalam.
Semakin menjadi, ketika kebutuhan atas pengakuan orang lain semakin besar. Berlomba menjadi yang pertama untuk menyebarkan berita.
Kebiasaan langsung share tanpa membaca dan memahami isi konten, sudah menjadi masalah nasional. Bahkan negara sampai menunjuk salah satu kementrian untuk menangani ini. Jargon ‘Stop Hoax’ di munculkan, tapi produksi konten tidak bermutu dan menyesatkan semakin menjadi-jadi
Harus di akui, saat ini dunia menuntut perhatian serba cepat. Ribuan informasi datang, menuntut untuk menelan dengan cepat, kita kehilangan waktu berpikir untuk diri sendiri, bahkan hanya untuk beberapa detik saja.
Membaca dengan perlahan adalah salah satu cara, untuk meningkatkan kemampuan berpikir mendalam, berpikir analitis dan kritis, berpikir tanpa terburu-buru mengambil tindakan atau berkesimpulan, ini yang akan membuat kita dewasa secara intelektual dan emosional.